Menggambar 2021

Ketika saya melihat lini masa media sosial saya di bulan November, terlintas sebuah akun yang berkicau bahwa lima puluh hari lagi kita akan menuju akhir tahun. Waktu bekerja lebih cepat dari biasanya. Saya tidak tahu, apakah waktu dikejar oleh tenggat waktu pekerjaan atau barangkali, waktu ingin keluar dari pekerjaannya yang sangat membosankan sehingga membuatnya bekerja lebih cepat dan setelah dia melesaikan pekerjaannya, waktu langsung mengajukan surat pengunduran diri kepada atasannya. Akibat dari cepatnya waktu bekerja, saya–atau bahkan kita semua–merasa 2021 baru tumbuh dihari-hari kemarin. Mungkin sebulan atau dua bulan. Menuju tahun yang lebih duka daripada 2020.

 

2020. Dimana duka dan hal-hal gila dimulai, saya ingin 2020 lekas tanggal agar 2021 lekas datang dan memberikan kebahagian serta hal-hal baik. Saya melakukan pengharapan–seperti kebanyakan orang–agar 2021 menjadi tahun yang baik. Tapi, apa yang bisa kamu harapkan dari sebuah tahun? Dia, hanya kata benda. Tak bisa bekerja. Begitulah saya mengatakannya saat ini. Ketika 2021 telah menjadi tahun yang lebih duka daripada 2020 sendiri.

 

2021 sendiri pintar dan tidak kekanak-kanakan. Dia lahir dengan membawa harap yang bahagia, walaupun di awal kelahirannya, tak sedikit orang bersedih karena ditinggal orang-orang tersayang mereka. Sudah tak terhitung orang-orang yang telah pergi. Setahun peringatan awal duka pandemi masih terasa berat untuk semua orang.

 

Saya berani mengatakan bahwa 2021 lahir dengan membawa harap yang bahagia karena ilmu pengetahuan yang berkembang pesat berhasil menemukan sebuah keajaiban. Keajaiban yang diharapkan dapat meminimalisir penularan. Harapan untuk berbahagia di 2021 perlahan tumbuh. Sayangnya harapan itu tumbuh sebentar, sebab ketika 2021 memasuki usia pertengahan (apakah usia pertengahan pada tahun dapat dikatakan sebagai usia remaja?), dia lebih sering berteman bersama kesedihan. Kesedihan yang lebih sering menyendiri, tentu berbahagia ketika mendapatkan teman baru untuk bermain. Bahkan kabarnya, kesedihan lebih bahagia dari bahagia itu sendiri.

 

Tidak ada yang senang dengan rasa bahagia yang dimiliki kesedihan. Hari tampak kesal dibuat oleh kesedihan yang sedang berbahagia. Hari harus memikirkan bagaimana cara untuk mengubah skenario dengan latar yang karut marut mengantre oksigen dan semua skenario luka lainnya. Hari berusaha untuk mengubah skenario tersebut sampai ia harus menghubungi negara. Tapi, Hari lupa atau mungkin tidak tahu bahwa negara sedang terlelap dalam tidur panjangnya bersama untaian nada ambulans yang begitu merdu baginya. Konon, tidak ada yang bisa mengganggu tidur panjangnya negara dan negara hanya bangun ketika keluh menghampirinya. Begitulah angin mengabarkan dari satu telinga ke telinga lainnya.

 

Waktu terus bekerja dan hari terus mempersiapkan semua skenario-skenario yang dia buat seperti biasanya. Kesedihan perlahan kembali menyendiri sebab 2021 akan lekas pergi. Dipenghujung 2021, saya tidak tahu apakah saya akan melakukan pengharapan atau tidak. Saya juga tidak tahu apakah 2022 akan lebih duka daripada 2021 itu sendiri atau mungkin sebaliknya sebab mereka sama. Mereka hanya tahun. Mereka hanya kata benda. Tidak dapat bekerja.   

Komentar

Postingan Populer