Hidup Damai Bersama Covid-19 ala Masyarakat Pontianak
Jauh sebelum bapak presiden kita yang terhormat mengatakan hidup damai
bersama Covid-19, masyarakat Pontianak sudah terlebih dahulu melakukannya.
Teman saya, yang akhirnya bisa pulang ke Pontianak beberapa hari sebelum
peraturan larangan mudik diberlakukan, berkicau di media sosialnya. Ia mengatakan
bahwa jalanan di Pontianak ramai dan tidak memakai masker. Teman saya yang lain
juga mengatakan hal serupa pada suatu percakapan di WhatsApp. Ketika itu saya
bertanya apakah Siantan dikala kondisi seperti ini, jalanan masih ramai? Dia mengatakan
bahwa masih ramai dan kalau belum kena, masih akan ramai.
Hal seperti ini yang seharusnya disayangkan. Jika keluar rumah demi
pekerjaan, saya bisa mengerti hal itu sebab Bapak saya adalah pekerja lapangan.
Tapi, bagaimana jika untuk membunuh rasa bosan atau yang sebenarnya sudah
dihimbau tetapi masih tetap dilaksanakan? Ya, ibadah.
Pemerintah sudah menghimbau untuk beribadah di rumah, bahkan Kementrian Agama
sampai menerbitkan surat edaran berkaitan ibadah di bulan Ramadan dikala
pandemi. Dengan dasar semangat agama yang kuat dan prinsip bahwa mati adalah
kehendak Tuhan, mereka orang-orang yang saya maksud tersebut, masih tetap
melaksanakan ibadah di tempat ibadah.
Hal ini menandakan bahwa sejatinya masyarakat Indonesia, terlebih lagi
masyarakat Pontianak, masih malas untuk mencari informasi dan membaca informasi.
Tak heran jika pada Indeks Alibaca Provinsi tahun 2018 yang dikeluarkan oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, menyatakan bahwa Kalimantan Barat duduk manis
diperingkat tiga terbawah dengan nilai 28,63. Padahal di era sekarang, mencari
informasi adalah hal yang cukup mudah. Kita dapat mengakses informasi di ponsel
cerdas. Tetapi, budaya lisan mengalahkan itu semua sebab masyarakat lebih suka
mendengar dan bertutur kata.
Masyarakat Pontianak masih dablek (begitulah kata Bapak saya ketika
saya tidak bisa dibilangin). Tetap berkeluyuran dan masih beribadah di tempat
ibadah. Padahal, ketika saya melihat kicauan teman saya, data pasien positif
Covid-19 di Pontianak sudah berjumlah 30 orang. Seperti tidak terjadi apa-apa.
Dengan sikap itu, kita tidak cukup menggaungkan physical distancing
dan protokol-protokol kesehatan lainnya. Kita juga harus menggaungkan
kepedulian sesama kita apalagi ditengah pandemi ini, kita cukup susah beraktivitas
dan beberapa masyarakat bahkan mengalami PHK.
Di bulan Ramadan, bulan kebajikan, saya rasa ini momentum untuk kita saling
peduli sama lain di tengah pandemi. Berbagi bersama. Berbagi bersama tidak menyebabkan
kita kesusahan, begitulah kata mama saya.
Berbagi, saya rasa, tidak harus dengan materil berupa uang, sembako, dan
lain-lainnya. Jika kita tidak cukup dengan materil, kita bisa berbagi dengan
cara cukup di rumah saja ketika tidak ada hal-hal penting. Berbagi dengan hal
ini saya rasa cukup mudah dilakukan oleh siapapun. Dengan berbagi seperti itu,
kita bisa berbagi kesehatan kepada keluarga kita, berbagi untuk meringankan
beban tenaga medis, dan masih banyak lagi yang tanpa sadar kita tidak pernah
memikirkannya.
Mari saling peduli dan satukan harapan, agar tutur kata yang kita inginkan
dapat terwujud dengan selaraskan tindakan-tindakan kita. Demi rindu berjumpa,
beribadah di tempat ibadah, dan demi kerinduan lainnya yang tak bisa dituturkan
oleh kata demi kata.
Komentar
Posting Komentar